Kabupaten
Wonogiri dikenal memiliki akar kebudayaan yang kuat, hal ini dibuktikan
masih banyaknya tradisi Jawa yang masih dijalankan oleh sebagian
masyarakatnya. Berbagai kegiatan yang masih memegang teguh tradisi
budaya warisan para leluhur ini patut dilestarikan, sekaligus menjaga
eksistensi jati diri sebagai bangsa Indonesia.
Pemerintah
Kabupaten Wonogiri melihat kegiatan masyarakat semacam ini sebagai
potensi wisata budaya yang layak untuk dikembangkan, untuk menambah
khasanah budaya dan daya tarik wisatawan untuk berkunjung di Kabupaten
Wonogiri.
Gebyar Gajah Mungkur
Gebyar
Gajah Mungkur merupakan event tahunan yang dilaksanakan di Taman
Rekreasi Sendang Asri Waduk Gajah Mungkur. Event terbesar pariwisata di
Kabupaten Wonogiri ini digelar setiap tahun dalam memeriahkan Hari Raya
Idul Fitri. Waktu pelaksanaan selama kurang lebih 2 minggu yang diisi
dengan pentas kesenian berupa orkes melayu, campursari, parade band, dan
atraksi menarik lainnya.
Dengan dukungan
fasilitas yang semakin lengkap di Obyek wisata Sendang Asri Waduk Gajah
Mungkur, sehingga mampu mendatangkan wisatawan lebih dari 100 ribu orang
dari berbagai wilayah.
Jamasan Pusaka Mangkunegaran
Event budaya ini
dilakukan setiap tahun pada bulan Muharram (Sura) sebagai bentuk
penghormatan kepada Kanjeng Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegoro
I. Beliau merupakan pendiri awal pemerintahan di Kabupaten Wonogiri.
Peninggalan pusaka KGPAA Mangkunegoro I yang digunakan semasa perjuangan
dalam mengusir penjajah saat ini disimpan masih terawat dengan baik.
Jamasan Pusaka
merupakan proses pembersihan dan perawatan pusaka Mangkunegaran yang ada
di Pendopo Kabupaten Wonogiri yaitu Gong Kiai Mendung Eko Daya Wilaga.
Pusaka dari Kecamatan Selogiri yaitu Tombak Kiai Jaladara, Keris Kiai
Totog, dan Keris Kiai Korowelang. Dari Kecamatan Girimarto yaitu Keris
Kiai Semar Tinandu dan Tombak Kiai Limpung. Pusaka dari Kaliwerak
Kecamatan Wonogiri yaitu keris Kiai Alap-alap dan Kiai Bancak.
Ruwatan Massal
Dalam kultur
masyarakat Jawa mengenal adanya aura buruk yang bisa menghinggapi dalam
tubuh manusia. Aura ini disebabkan oleh berbagai hal antara lain takdir
dari Sang Pencipta, kelalaian manusia, atau sebab lainnya. Untuk
membersihkan aura buruk ini dilakukan prosesi pembersihan atau dikenal
dengan ruwatan. Ruwatan dilaksanakan dengan sarana pergelaran wayang
kulit dengan lakon Murwakala yang dituturkan oleh sang dalang pengruwat.
Peserta ruwatan datang dari berbagai penjuru Kabupaten Wonogiri, hingga
dari kota-kota di sekitarnya.
Pelaksanaan Ruwatan
Massal bersamaan dengan prosesi Jamasan Pusaka Mangkunegaran I di Obyek
Wisata Sendang Asri Waduk Gajah Mungkur.
Upacara Sedekah Bumi Kahyangan
Upacara Sedekah
Bumi Kahyangan dilakukan di Tempat Wisata Spiritual Kahyangan Kecamatan
Tirtomoyo. Kegiatan ini digelar pada malam Selasa Kliwon atau Jumat
Kliwon pada bulan Muharram (Sura) sebagai perwujudan rasa terima kasih
kepada Sang Hyang Widhi, sekaligus permohonan agar diberi keselamatan
dan ketentraman pada tahun yang akan dilalui.
Acara ini dikemas
dalam bentuk pergelaran wayang kulit semalam suntuk, dan tepat saat
tengah malam dilakukan prosesi ritual kenduri yang dilaksanakan di situs
Selo Payung. Kenduri dipimpin oleh Abdi Dalem (juru kunci) petilasan
Kahyangan yang dilanjutkan dengan makan bersama antara para pemuka
agama, pemuka pemerintahan dan juga para pengunjung petilasan.
Labuhan Ageng Sembukan
Event ritual budaya
ini digelar setiap tahun pada bulan Muharram dalam bentuk upacara adat
labuhan atau melarung sesaji di Pantai Sembukan Kecamatan Paranggupito.
Konon Pantai Sembukan yang menghadap ke laut selatan merupakan pintu
gerbang ke-13 Kerajaan Ratu Laut Kidul. Dan melalui Pantai Sembukan
inilah Ratu Laut Selatan lewat untuk mengikuti pertemuan dengan
Raja-raja di Kasunanan Surakarta (Paku Buwono).
Prosesi ini
melestarikan tradisi yang sudah berlangsung sejak zaman Kerajaan. Pada
acara ini diadakan prosesi melarung kepala kerbau ke tengah laut dan
diakhir acara akan dipentaskan tarian sakral Bedoyo Parang Kencono yang
dibawakan putri-putri cantik Wonogiri.
Momen ini
dimanfaatkan bagi warga untuk menyampaikan permohonan keselamatan dan
doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar apa dicita-citakan dapat terkabul,
sekaligus menikmati keindahan pantai Pantai Sembukan Kecamatan
Paranggupito.
Susuk Wangan
Susuk Wangan
merupakan upacara adat masyarakat Desa Setren Kecamatan Slogohimo
sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Khalik atas kemurahan-Nya
dengan memberikan rejeki kehidupan melalui bumi pertiwi dan air
kehidupan bagi warga setempat. Tanah yang subur dan air yang melimpah
sangat disyukuri karena menyuburkan lahan pertanian sehingga hasil bumi
dan bahan makanan sangat berlimpah ruah sehingga warga terhindar dari
kelaparan dan berbagai penyakit.
Upacara adat yang
diadakan setiap bulan Dzulhijah (Besar) setiap tahun ini diikuti oleh
seluruh masyarakat desa dengan menggelar prosesi ritual di Obyek Wisata
Air Terjun Girimanik Desa Setren Slogohimo berupa membersihkan saluran
air, dan kenduri dengan hidangan ayam panggang.
Selain untuk
menjaga warisan budaya yang adiluhur, Susuk Wangan juga dapat
dimanfaatkan untuk menambah keragaman seni budaya yang ada di Kabupaten
Wonogiri.
Kethek Ogleng
Kesenian Kethek
Ogleng merupakan kesenian asli Wonogiri yang sering digelar dalam
berbagai kesempatan. Kesenian ini berupa tarian yang menirukan tingkah
laku kera dengan kostum kera berwarna putih yang disajikan secara
atraktif dan akrobatik dengan memakai tali, kursi, dan alat lainnya
sehingga sangat menarik.
Sejarah kethek
Ogleng itu sendiri merupakan penggalan dari kisah Panji Gunungsari yang
diperintah ayahandanya Prabu Lembu Amiluhung dari Kerajaan Kediri untuk
mencari kakaknya Panji Asmorobangun yang menghilang dari Kerajaan
diikuti oleh istrinya Dewi Sekartaji. Tokoh Seniman yang mempopulerkan
Tari Kethek Ogleng di Kabupaten Wonogiri adalah Samidjo, warga Dusun
Mbamban Desa Tempursari Kecamatan Sidoharjo yang menciptakan Tari Kethek
Ogleng melalui perjalanan spiritual.
Tarian Kethek
Ogleng yang sangat unik ini telah menambah keanekaragaman budaya yang
ada di Kabupaten Wonogiri serta menjadi satu ikon budaya.