Sabtu, 20 Juli 2019

Budaya dan Tradisi Khas Wonogiri

Kabupaten Wonogiri dikenal memiliki akar kebudayaan yang kuat, hal ini dibuktikan masih banyaknya tradisi Jawa yang masih dijalankan oleh sebagian masyarakatnya. Berbagai kegiatan yang masih memegang teguh tradisi budaya warisan para leluhur ini patut dilestarikan, sekaligus menjaga eksistensi jati diri sebagai bangsa Indonesia. 
Pemerintah Kabupaten Wonogiri melihat kegiatan masyarakat semacam ini sebagai potensi wisata budaya yang layak untuk dikembangkan, untuk menambah khasanah budaya dan daya tarik wisatawan untuk berkunjung di Kabupaten Wonogiri.
Gebyar Gajah Mungkur
 Gebyar Gajah Mungkur merupakan event tahunan yang dilaksanakan di Taman Rekreasi Sendang Asri Waduk Gajah Mungkur. Event terbesar pariwisata di Kabupaten Wonogiri ini digelar setiap tahun dalam memeriahkan Hari Raya Idul Fitri. Waktu pelaksanaan selama kurang lebih 2 minggu yang diisi dengan pentas kesenian berupa orkes melayu, campursari, parade band, dan atraksi menarik lainnya.

Dengan dukungan fasilitas yang semakin lengkap di Obyek wisata Sendang Asri Waduk Gajah Mungkur, sehingga mampu mendatangkan wisatawan lebih dari 100 ribu orang dari berbagai wilayah. 

Jamasan Pusaka Mangkunegaran

Event budaya ini dilakukan setiap tahun pada bulan Muharram (Sura) sebagai bentuk penghormatan kepada Kanjeng Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegoro I. Beliau merupakan pendiri awal pemerintahan di Kabupaten Wonogiri. Peninggalan pusaka KGPAA Mangkunegoro I yang digunakan semasa perjuangan dalam mengusir penjajah saat ini disimpan masih terawat dengan baik.

Jamasan Pusaka merupakan proses pembersihan dan perawatan pusaka Mangkunegaran yang ada di Pendopo Kabupaten Wonogiri yaitu Gong Kiai Mendung Eko Daya Wilaga. Pusaka dari Kecamatan Selogiri yaitu Tombak Kiai Jaladara, Keris Kiai Totog, dan Keris Kiai Korowelang. Dari Kecamatan Girimarto yaitu Keris Kiai Semar Tinandu dan Tombak Kiai Limpung. Pusaka dari Kaliwerak Kecamatan Wonogiri yaitu keris Kiai Alap-alap dan Kiai Bancak. 

Ruwatan Massal

Dalam kultur masyarakat Jawa mengenal adanya aura buruk yang bisa menghinggapi dalam tubuh manusia. Aura ini disebabkan oleh berbagai hal antara lain takdir dari Sang Pencipta, kelalaian manusia, atau sebab lainnya. Untuk membersihkan aura buruk ini dilakukan prosesi pembersihan atau dikenal dengan ruwatan. Ruwatan dilaksanakan dengan sarana pergelaran wayang kulit dengan lakon Murwakala yang dituturkan oleh sang dalang pengruwat. Peserta ruwatan datang dari berbagai penjuru Kabupaten Wonogiri, hingga dari kota-kota di sekitarnya.

Pelaksanaan Ruwatan Massal bersamaan dengan prosesi Jamasan Pusaka Mangkunegaran I di Obyek Wisata Sendang Asri Waduk Gajah Mungkur.

Upacara Sedekah Bumi Kahyangan

Upacara Sedekah Bumi Kahyangan dilakukan di Tempat Wisata Spiritual Kahyangan Kecamatan Tirtomoyo. Kegiatan ini digelar pada malam Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon pada bulan Muharram (Sura) sebagai perwujudan rasa terima kasih kepada Sang Hyang Widhi, sekaligus permohonan agar diberi keselamatan dan ketentraman pada tahun yang akan dilalui. 

Acara ini dikemas dalam bentuk pergelaran wayang kulit semalam suntuk, dan tepat saat tengah malam dilakukan prosesi ritual kenduri yang dilaksanakan di situs Selo Payung. Kenduri dipimpin oleh Abdi Dalem (juru kunci) petilasan Kahyangan yang dilanjutkan dengan makan bersama antara para pemuka agama, pemuka pemerintahan dan juga para pengunjung petilasan.

Labuhan Ageng Sembukan

Event ritual budaya ini digelar setiap tahun pada bulan Muharram dalam bentuk upacara adat labuhan atau melarung sesaji di Pantai Sembukan Kecamatan Paranggupito. Konon Pantai Sembukan yang menghadap ke laut selatan merupakan pintu gerbang ke-13 Kerajaan Ratu Laut Kidul. Dan melalui Pantai Sembukan inilah Ratu Laut Selatan lewat untuk mengikuti pertemuan dengan Raja-raja di Kasunanan Surakarta (Paku Buwono). 

Prosesi ini melestarikan tradisi yang sudah berlangsung sejak zaman Kerajaan. Pada acara ini diadakan prosesi melarung kepala kerbau ke tengah laut dan diakhir acara akan dipentaskan tarian sakral Bedoyo Parang Kencono yang dibawakan putri-putri cantik Wonogiri.
Momen ini dimanfaatkan bagi warga untuk menyampaikan permohonan keselamatan dan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar apa dicita-citakan dapat terkabul, sekaligus menikmati keindahan pantai Pantai Sembukan Kecamatan Paranggupito. 

Susuk Wangan
 

Susuk Wangan merupakan upacara adat masyarakat Desa Setren Kecamatan Slogohimo sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Khalik atas kemurahan-Nya dengan memberikan rejeki kehidupan melalui bumi pertiwi dan air kehidupan bagi warga setempat. Tanah yang subur dan air yang melimpah sangat disyukuri karena menyuburkan lahan pertanian sehingga hasil bumi dan bahan makanan sangat berlimpah ruah sehingga warga terhindar dari kelaparan dan berbagai penyakit. 

Upacara adat yang diadakan setiap bulan Dzulhijah (Besar) setiap tahun ini diikuti oleh seluruh masyarakat desa dengan menggelar prosesi ritual di Obyek Wisata Air Terjun Girimanik Desa Setren Slogohimo berupa membersihkan saluran air, dan kenduri dengan hidangan ayam panggang.
Selain untuk menjaga warisan budaya yang adiluhur, Susuk Wangan juga dapat dimanfaatkan untuk menambah keragaman seni budaya yang ada di Kabupaten Wonogiri. 

Kethek Ogleng
 

Kesenian Kethek Ogleng merupakan kesenian asli Wonogiri yang sering digelar dalam berbagai kesempatan. Kesenian ini berupa tarian yang menirukan tingkah laku kera dengan kostum kera berwarna putih yang disajikan secara atraktif dan akrobatik dengan memakai tali, kursi, dan alat lainnya sehingga sangat menarik.

Sejarah kethek Ogleng itu sendiri merupakan penggalan dari kisah Panji Gunungsari yang diperintah ayahandanya Prabu Lembu Amiluhung dari Kerajaan Kediri untuk mencari kakaknya Panji Asmorobangun yang menghilang dari Kerajaan diikuti oleh istrinya Dewi Sekartaji. Tokoh Seniman yang mempopulerkan Tari Kethek Ogleng di Kabupaten Wonogiri adalah Samidjo, warga Dusun Mbamban Desa Tempursari Kecamatan Sidoharjo yang menciptakan Tari Kethek Ogleng melalui perjalanan spiritual.
Tarian Kethek Ogleng yang sangat unik ini telah menambah keanekaragaman budaya yang ada di Kabupaten Wonogiri serta menjadi satu ikon budaya.

0 komentar:

Posting Komentar